30 Januari 2008

Memelihara sikat gigi yang baik dan benar..

Pemeliharaan sikat gigi kadang kala sering diabaikan oleh banyak orang. Padahal ’benda kecil’ ini turut memegang peranan penting dalam upaya menjaga kesehatan gigi dan mulut. Kondisi gigi yang berlubang atau gusi yang meradang bukan hanya berasal dari faktor di dalam mulut itu sendiri, tapi faktor dari luar mulut seperti pemilihan dan pemeliharaan sikat gigi ternyata juga dapat berpengaruh. Berikut ini ada sedikit tips tentang bagaimana caranya memelihara sikat gigi yang baik dan benar.

Setelah sikat gigi yang baik dan benar selama dua menit, sikat gigi dibersihkan dengan cara :

  • Ketuk-ketuk sikat gigi supaya sisa air dari sikat gigi yang kita bersihkan dapat menjadi kering
  • Keringkan sikat gigi secara perlahan-lahan dengan menggunakan handuk yang halus dan usahakan untuk menjemur sikat gigi di tempat yang terkena sinar matahari
  • Tidak menyimpan sikat gigi di kamar mandi karena udara kamar mandi sangat lembab sehingga sikat gigi mudah ditumbuhi kuman dan jamur
  • Siapkan minimal 2 sikat gigi yang sebaiknya digunakan bergantian pada pagi dan malam hari apabila sikat gigi yang satu sedang kita keringkan
  • Ganti sikat gigi tiap tiga bulan sekali
Semoga tips-tips ringan di atas dapat membantu untuk mewujudkan kondisi gigi dan mulut yang lebih sehat. Selamat mencoba.

Keutamaan Hamdallah

Mulailah segala sesuatu dengan basmalah dan akhirilah dengan membaca hamdalah. Tentu ajaran ini sudah di luar kepala bagi setiap muslim, walau kadang masih saja terlewat. Namun ada sesuatu yang membuat kita mengernyitkan dahi ketika ajaran seperti itu diterapkan tidak pada tempatnya. Bisakah hal itu terjadi?

Kita ambil contoh, dalam suatu malam penganugerahan kepada para insan perfilman, seorang pemeran utama naik ke panggung dengan pakaian “seadanya” untuk menerima penghargaan sebagai pemeran terbaik, setelah menerima award seperti lazimnya, ia memberikan sepatah dua patah kata dan tak lupa ia mengucapkan salam dan puji syukur, bahkan kadang disertai sujud syukur, “Alhamdulillah berkat Allah saya dapat memenangkan award ini, bla…bla…bla…”

Di sisi lain kita tahu bagaimana, sebagai apa, peran artis tersebut dalam suatu film, memang sih aktingnya bagus, tapi dia berperan seronok yang jauh dari pesan-pesan moral dan tuntunan agama. Suatu ketulusan yang tidak pas, suatu ketulusan yang mungkin tepat waktu, tapi tidak tepat sasaran. Tepat waktu karena dia mendapatkan anugerah yang tentu tidak semua orang bisa meraihnya, tapi tidak tepat sasaran karena apa yang ia lakukan
sehingga mendapat anugerah tersebut.

Contoh yang lebih sederhana, seorang pelajar atau mahasiswa, ketika dalam suatu ujian dia mengalami kebuntuan, tiba-tiba terpikir untuk melirik jawaban teman di bangku sebelah, karena tidak biasa nyontek, “deg-degan juga nih”, tapi karena godaan begitu kuat (dasar syetan!) akhirnya diputuskan juga untuk melirik jawaban dari tetangga sebelah yang kebetulan terkenal pintar, dan tak lupa dia menerapkan ajaran di awal tulisan ini, dia mengucap “Bismillaahirrahmaan irrahiim, semoga tidak ketahuan dengan penuh ketulusan, lhoo….?

Seorang PSK dengan penuh kepasrahan berujar, “Walaupun pekerjaan saya seperti ini, tapi alhamdulillah saya bisa menghidupi keluarga dan menyekolahkan anak saya yang entah di mana bapaknya” welehweleh ….

Mungkin pula seorang pencuri, pembunuh, pemabuk, bahkan koruptor tak melewatkan membaca bismillah dan hamdalah untuk memulai dan mengakhiri aksinya. Ini sesuatu yang tidak pas, aneh, atau bagaimana ya?

Mungkin itulah gambaran sebagian penerapan ajaran agama dalam kehidupan di sekitar kita. Bagaimana dengan Anda?

Tentu saja Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengajarkan kita
untuk memulai sesuatu dengan menyebut nama Allah subhanahu wa ta’ala dan mengakhirinya dengan memuji-Nya adalah dalam hal-hal kebaikan.

Bagaimana dengan kejadian-kejadian di atas? Jangan-jangan mereka tidak sadar, walaupun sebenarnya tahu, kalau berzina, menyontek, mencuri, korupsi, adalah perbuatan yang tidak diridhai Allah subhanahu wa ta’ala, dan tidak selayaknya didahului dan diakhiri dengan menyebut nama-NYA.

Memang kadang kita tidak sadar dengan perkataan dan kelakuan kita sendiri, karena sudah menjadi kebiasaan, sebagai contoh, Sholat, karena sholat telah menjadi kebiasaan, kita telah hafal di luar kepala bacaan dan gerakan-gerakannya sampai-sampai kita mengerjakannya tanpa sadar, tiba-tiba, lho kok udah mo salam ya..??? Sungguh jauh dari khusyuk, na’udzubillah mindzaalik.

Allah kadang hanya diingat pada saat-saat sempit, sulit, terjepit, dan terlilit, pada saat-saat seperti itulah nama Allah muncul dalam hati kita, kemudian dengan penuh keikhlasan, ketulusan, dan menghiba kita memohon agar Allah subhanahu wata’ala mengabulkan, menyelamatkan, dan membebaskan kita dari segala lilitan tadi. Setelah bebas, di mana Dia, entah, tak muncul lagi
dibenak kita nama-Nya. Hanya sebatas inikah kadar keimanan dan
keberagamaan kita? Sungguh menyedihkan, tak jauh beda dengan imannya Fir’aun yang mengatakan aku beriman kepada Tuhannya Musa dan Harun, namun perkataan itu tiada gunanya karena terucap di kala nyawa sudah ditenggorokan, na’udzubillah mindzaalik.

Setiap saat kita perlu bermuhasabah, melihat ke belakang apakah
perkatan, pekerjaan, dan perilaku kita sudah sesuai dengan tuntunan dari Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam?

Selalu berpikirlah dengan apa yang sedang kita kerjakan ataupun kita katakan, tepatkah perkataan saya ini? Benarkah, pantaskah saya melakukannya? Mulailah dengan basmalah dan akhirilah dengan hamdalah, dengan penuh ketulusan dan khusyuk semata-mata karena Allah subhanahu wa ta’ala dan hindarilah perbuatan dan perkataan yang tidak diridhai Allah subhanahu wa ta’ala.
. . . . . . . . Selamat datang dan terima kasih anda sudah mau berkunjung di blog Caties_maniz . . . . . . . .
Web Hosting